Jum'at, 29 Maret 2024
Follow Us:
11:01 WIB - Pj Gubri Intruksikan Tambal Semua Lubang Jalan Sebelum Puncak Arus Mudik Lebaran | 11:01 WIB - Bupati Rezita Safari Ramadan di Desa Pasir Ringgit | 11:01 WIB - Pj Gubernur Riau Resmikan Masjid At-Taqwa Muhammadiyah Tuah Madani | 11:01 WIB - Hari Terakhir, Ini Jadwal dan Cara Penukaran Uang Baru di BI Riau | 11:01 WIB - Murah Meriah, Harga Cabai Merah di Pasar Kodim Pekanbaru Cuma Rp35 Ribu/Kg | 11:01 WIB - Agung Nugroho Anggarkan Rp 1,5 Miliar Untuk Sirkuit Balap di Pekanbaru
PROFIL
Pemberantasan Korupsi dan Kendalanya
Selasa, 13 November 2018 - 17:26:39 WIB

Korupsi  bukanlah suatu hal yang baru ditelinga, mata, dan pengetahuan kita. Kejahatan ini merupakan kejahatan kerah putih atau kejahatan luar biasa, dikarenakan kejahatan/tindak pidana ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang berpengetahuan dan memiliki posisi strategis.

Terkait Korupsi, hampir setiap hari Media Massa selalu menyuguhkan berita-berita terbaru tentang korupsi, entah itu berupa dugaan, operasi tangkap tangan (OTT), maupun acara persidangan.

Tak tanggung-tanggung, para oknum yang sudah duduk sebagai terduga, tersangka maupun terpidana Korupsi  merupakan petinggi dari berbagai lapisan dipemerintahan, institusi Penegak Hukum, Akademisi dan juga para Pengusaha.

Begitu akut dan terus beranak pinaknya kejahatan korupsi ini, sehingga saya pribadi menganggap bahwa perbuatan Korupsi bagai penyakit menular yang berpotensi menjangkiti setiap orang yang berkaitan dengan penggunaan keuangan negara.

Adapun Pemerintah Pusat/Daerah serta Penegak hukum hingga kini seolah belum mampu memberantas dan/atau mencegah kejahatan Korupsi. Menurut hemat saya, apa yang terjadi tersebut adalah sebuah kekeliruan dalam penegakan hukum.

Tidak ada alasan pembenar apabila kejahatan korupsi tidak bisa dicegah dan bahkan diberantas, sebab yang menjadi kendala sebenarnya ada pada “keseriusan dan niat suci” Pemerintah dan Penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Mari kita telisik dari mulai sisi peraturan yang menjadi dasar hukum, dimana telah ada peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan upaya hukum, dan bahkan ada hirarki perundang-undangan yang secara khusus mengatur terkait peran serta masyarakat.

Kemudain sisi Pemerintahan, yang mana dalam instansi pemerintah Pusat/Daerah ada aparat pengawas internal pemerintah (APIP). Kemudian yang terakhir dari Sisi Penegak hukum, baik institusi Kejaksaan dan Kepolisian, dimana ada satuan Pidana Khusus yang menjadi muara penangan tindak pidana korupsi, ditambah lagi dengan keberadaan Pers, yang berani dalam menyuarakan kebenaran, dalam pemberitaan.

Kenyataan lapangan yang sering saya temui terkesan menyimpang dari niat pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebagai wartawan, saya selalu menulis berita terkait dugaan penyimpangan yang berpotensi korupsi, baik dalam kegiatan yang sedang dilaksanakan maupun yang telah selesai dilaksanakan, saya beranggapan kalau pihak Pemerintah Daerah maupun pihak Penegak Hukum yang seharusnya responsif dalam mencegah dan/atau memberantas Korupsi terkesan acuh.

Di beberapa perbincangan saya dengan penggiat anti korupsi,yang ada di Riau ada yang beranggapan kalau APIP dan penegak hukum terkesan setengah hati dalam pencegahan dan pemberantasan Korupsi.

Tidak jarang  penggiat anti korupsi tersebut akhirnya malas menyampaikan laporan dugaan korupsi kepada penegak hukum didaerah, dikarenakan berbelitnya penangan hukum atas laporan yang disampaikan.

Disisi lain penegak hukum memang kesulitan dalam menangani beberapa laporan dugaan korupsi khususnya yang berhubungan dengan konstruksi, dikarenakan laporan yang mereka peroleh harus menggunakan tenaga ahli/Konsultan untuk mengetahui kerugian keuangan negara.

Terkait berbelitnya proses atas laporan dugaan korupsi menurut saya memang sedikit berdasar sebab apabila memang laporan dugaan korupsi tersebut, membutuhkan tenaga ahli/konsultan sudah pasti membutuhkan dana untuk honor konsultan, adalah lumrah apabila penegak hukum harus memastikan terlebih dahulu substansi kerugian yang dilaporkan, untuk mencegah penggelontoran dana atas laporan yang  masih abstrak.

Menurut saya idealnya upaya berbelit yang dialami pelapor tidak perlu dilakukan karena hal tersebut semakin membuka peluang apatisme penggiat anti korupsi dalam berkarya.

Berkaca dari wibawa Hukum yang disandang oleh Penegak hukum (Kepolisian dan/atau Kejaksaan) secara psikologi dapat menjadi shock terapi bagi para oknum yang dilaporkan untuk lebih intropeksi dan lebih profesional dikemudian hari.

Berdasarkan perbincangan saya dengan berbagai disiplin ilmu dan disiplin profesi bahwa peluang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi masih mungkin dicapai.

Hemat saya pengoptimalan Kinerja Pemerintah dalam hal ini APIP dengan cara menempatkan sosok yang kredibel didalamnya, Pengalokasian dana yang cukup pada Penegak Hukum,  pemberdayaan Masyarakat penggiat anti korupsi dan juga publikasi  Pers. Apabila hal tersebut diwujudkan ditambah lagi dengan keseriusan dan niat suci serta sinergitas dari berbagai unsur, niscaya Idonesia bebas dari tindak pidana korupsi akan terwujud. (Penulis : Darwin Natalis Sinaga)



   


Galeri   + Index Galeri
Memperingati Hari Jadi Rohul ke - 18, DPRD Gelar Rapat Paripurna Istimewa

Home | Daerah | Nasional | Hukum | Politik | Olahraga | Entertainment | Foto | Galeri | Advertorial | Lintas Nusantara | Kepulauan Nias
Pekanbaru | Siak | Pelalawan | Inhu | Bengkalis | Inhil | Kuansing | Rohil | Rohul | Meranti | Dumai | Kampar
Profil | Redaksi | Index
Pedoman Berita Siber

Copyright © 2009-2016 bidikonline.com
Membela Kepentingan Rakyat Demi Keadilan